A.PERILAKU KERUMUNAN (CROWD)
1. Definisi Perilaku Kerumunan (crowd)
Dalam konsep ilmu sosial kerumunan menjadi penting setelah Le Bon menerbitkan buku The Crowd: A study of the Popular Mind (judul asli: La Foule, 1985). Le Bon berpendapat bahwa dalam pengertian sehari-hari istilah kerumunan berarti sejumlah individu yang berkumpul bersama, namun dari segi psikologis istilah kerumunan mempunyai makna sekumpulan orang yang mempunyai ciri baru yang berbeda yaitu berhaluan sama dan kesadaran perseorangan lenyap dan terbentuknya satu makhluk tunggal kerumunan terorganisasi (organized crowd) atau kerumunan psikologis (psychological crowd). Le Bon mengisahkan bahwa semasa Revolusi Perancis, kerumunan rakyat menyerbu penjara Bastille, kerumunan berhasil membujuk seorang tukang daging yang kebetulan berada di tempat itu karena rasa ingin tahu saja untuk menyembelih Gubernur penjara Bastille.
Mengenai kerumunan Kornblum mendefinisikannya sebagai sejumlah besar orang yang berkumpul bersama dalam jarak dekat, Giddens mendefinisikan kerumunan adalah sekumpulan orang dalam jumlah relatif besar yang langsung berinteraksi satu dengan yang lain di tempat umum dan Light Keller serta Calhoun mendefinisikan kerumunan adalah sekumpulan orang yang berkumpul di sekitar seseorang atau suatu kejadian, sadar akan kehadiran orang lain dan dipengaruhi orang lain . Sederhananya kita bersandar pada definisi yang diberikan Yusron Razak bahwa kerumunan adalah kumpulan orang, yang bersifat sementara dan yang memberikan reaksi secara bersama terhadap suatu rangsangan.
2. Faktor-faktor Penyebab dan Pembatas Perilaku Kerumunan
Mengenai faktor penyebab kerumunan didapatkan dua teori dari buku Kamanto Sunarto (pengantar sosiologi,2004), yaitu teori Le Bon dan teori Smelser, sedangkan faktor pembatas kerumunan didapatkan satu teori dari buku Yusron Razak (sosiologi suatu pengantar, 2008), yaitu teori Lohman.
Teori Penyebab Perilaku Kerumunan
Teori Le Bon, menurutnya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerumunan yaitu:
1.Anonimitas. Karena faktor kebersamaan dengan berkumpulnya individu-individu yang semula dapat mengendalikan diri, merasa dapat kekuatan luar biasa yang mendorongnya untuk tunduk pada dorongan naluri dan terlebur dalam kerumunan sehingga perasaan menyatu dan tidak dikenal mampu melakukan hal hal yang tidak bertanggung jawab. Semakin tinggi kadar anonimitas suatu kerumunan, semakin besar pula kemungkinannya untuk menimbulkan tindakan ekstrim karena anonimitas mengikis rasa individualitas para anggota kerumunan itu.
2. Contagion (penularan). Penularan Sosial (social contagion), adalah penyebaran suasana hati, perasaan atau suatu sikap, yang tidak rasional, tanpa disadari dan secara relatif berlangsung cepat. Penularan ini oleh Le Bon dapat dianggap suatu gejala hipnotis. Individu yang telah tertular oleh perasaan dan tindakan orang lain sudah tidak memikirkan kepentingan individu melainkan kepentingan bersama.
3.Konvergensi (keterpaduan). Orang-orang yang akan menonton festival musik Pop, dengan orang-orang yang menonton festival musik Rock akan memiliki ciri-ciri yang berbeda. Orang-orang yang menonton festival musik rock cenderung akan lebih mudah menimbulkan keributan dibanding dengan orang-orang yang menonton festival musik Pop. Orang-orang yang menonton festival music Rock relatif usianya sama-sama muda, mayoritas laki-laki dan tidak memiliki ikatan kuat terhadap nilai-nilai dan lingkungan setempat, berbeda dengan Orang-orang yang menonton festival music Pop.
4. Suggestibility (mudahnya dipengaruhi). Kerumunan biasanya tidak berstruktur, tidak dikenal adanya pemimpin yang mapan atau pola perilaku yang dapat dipanuti oleh para anggota kerumunan itu sehingga dalam suasana seperti itu, orang berperilaku tidak kritis dan menerima saran begitu saja, terutama jika saran itu meyakinkan dan bersifat otoritatif. Akan tetapi siapa induk atau yang memulai sulit ditentukan .
Teori Smelser. menurutnya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerumunan yaitu:
1. structural conduciveness (struktur situasi sosial yang kondusif). Sebagian faktor ini merupakan kekuatan alam yang berada di luar kekuasaan manusia, namun sebagian merupakan faktor yang terkait dengan ada tidaknya pengaturan melalui institusi sosial.
2. structural strain (ketegangan struktural). semakin besar ketegangan struktural, semakin besar pula peluang terjadinya perilaku kolektif. Kesenjangan dan ketidakserasian antar kelompok sosial, etnik, agama dan ekonomi yang bermukim berdekatan, misalnya, membuka peluang bagi terjadinya berbagai bentuk ketegangan.
3. growth and spread of a generalized belief (berkembang dan menyebarnya suatu kepercayaan umum). Dalam masyarakat sering beredar berbagai desas-desus yang dengan sangat mudah dipercaya kebenarannya dan kemudian disebarluaskan sehingga dalam situasi rancu suatu desas-desus berkembang menjadi suatu pengetahuan umum yang dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh khalayak.
4. precipitating factors (faktor yang mendahului). Faktor ini merupakan penunjang kecurigaan dan kecemasan yang dikandung masyarakat. Yakni desas-desus dan isu yang berkembang dan dipercayai khalayak memperoleh dukungan dan penegasan. Devaluasi mata uang yang diisukan ternyata benar-benar terwujud, bank yang diisukan tidak sehat ternyata benar-benar dilikuidasi, kenaikan harga bahan pokok atau bahan bakar dan minyak yang semula hanya desas-desus kemudian benar-benar dilaksanakan dan atau isu mengenai penganiayaan dan pembunuhan ternyata dibenarkan.
5. mobilisasi para peserta untuk melakukan tindakan. Perilaku kolektif terwujud ketika khalayak dimobilisasikan oleh pimpinannya untuk bertindak, baik untuk bergerak menjauhi suatu situasi berbahaya ataupun untuk mendekati orang atau benda yang mereka anggap sebagai sasaran tindakan.
6. the operation of social control (berlangsungnya pengendalian sosial). Faktor ini merupakan kekuatan yang menurut Smelser justru dapat menghambat, mencegah, mengganggu ataupun menggagalkan akumulasi kelima faktor penentu sebelumnya. Meskipun khalayak berada dalam situasi yang memudahkan perilaku kolektif, sedang mengalami ketegangan struktural karena adanya berbagai kesenjangan, telah meyakini kebenaran desas-desus yang beredar, telah didorong oleh faktor pemicu yang menunjang mereka dan telah dimobilisasi untuk melakukan perilaku kolektif, namun kehadiran suatu faktor pengendalian sosial seperti kehadiran aparat keamanan dalam jumlah besar atau kehadiran tokoh masyarakat yang disegani dapat menghambat atau bahkan menggagalkan perilaku kolektif yang akan dilaksanakan.
Teori Pembatas Perilaku Kerumunan
Horton dan Hunt (1999), menjelaskan bahwa perilaku kerumunan, betapapun irasional dan bebasnya, tetap dibatasi oleh empat faktor:
(1) kebutuhan, emosi para anggota,
(2) nilai-nilai para anggota;
(3) kepeminpinan kerumunan
(4)kontrol eksternal terhadap kerumunan.
Kebutuhan dan nilai para anggota biasanya dipengaruhi keadaan sekitar. Posisi kepemimpin terbuka begitu saja, siapa saja dapat menjadi pemimpin hanya dengan menyerukan komando atau menyampaikan saran karena tidak adanya struktur dan pemimpin yang ditunjuk, apalagi biasanya anggota kerumunan merasa cemas dan tidak pasti lalu ingin diarahkan dan kontrol eksternal adalah metoda mengatasi kerumunan yang biasanya dilaksanakan oleh aparat keamanan.
Seorang sosiolog dan penegak hukum bernama Lohman (1957) pernah menulis buku mengenai perilaku kerumunan dan cara mengatasi kerumunan sebagai berikut:
1. Mencegah terbentuknya kerumunan dengan cara menangkap dan menyingkirkan pembuat keributan
2. Menghadapi kericuhan dengan pameran kekuatan (show of force)
3. Mengisolasi wilayah kerumunan dengan membuat lingkaran polisi dan melarang orang memasukinya
4. Mengarahkan kerumunan ketepian agar membubarkan diri, dan
5. Melakukan penekanan dalam latihan pendidikan kepolisian untuk menciptakan ketenangan dan menghindari tindakan fatal .
3. Bentuk-bentuk Perilaku Kerumunan
Perilaku kerumunan diklasifikasikan menjadi empat (4) jenis, yaitu kerumunan sambil lalu (casual crowd), kerumunan konvensional (convensional crowd), kerumunan ekspresif (expressive crowd), dan kerumunan bertindak (acting crowd).kerumunan sambil lalu (casual crowd)
Ketika ada kecelakaan di jalan dan ada yang terluka, orang cenderung berkerumun untuk memerhatikan kejadian tersebut. Begitu juga ada kebakaran, atau peristiwa-peristiwa yang menarik perhatian, orang-orang datang dan pergi, hanya secara sambil lalu memberikan perhatian pada suatu sasaran tertentu, dan interaksi satu sama lain sangat terbatas, inilah yang dinamakan kerumunan sambil lalu (casual crowd).kerumunan konvensional (convensional crowd)
Ketika ada hadirin (audience) dan ada perhatian yang terpusat pada rangsangan (stimulus)seperti penonton bioskop, pendengar radio, para penonton pertandingan sepak bola, para pengunjung pasar atau toko, yang mempunyai suatu tujuan sesuai aturan yang ada, inilah yang dinamakan kerumunan konvensional (convensional crowd).kerumunan ekspresif (expressive crowd)
Ketika anggotanya menyatakan ekspresi secara meluap-luap dan menampilkan perilaku yang biasanya tidak biasa ditampilkan ditempat lain, seperti penonton sepakbola ikut terlibat memberikan dukungan terhadap tim idolanya dengan berteriak sambil mengucapkan yel-yel dan melambai-lambaikan tangan atau ketika grup musik idola tampil, kadang para anggota kerumunan berteriak-teriak, menyanyi-nyanyi, menari-nari sesuai irama musik sambil melambaikan tangan. inilah yang dinamakan kerumunan ekspresif (expressive crowd). Selain itu juga dikenal istilah Orgy, artinya kerumunan yang di dalamnya orang melakukan pelampiasan secara berlebihan yang biasanya tidak dibenarkan oleh aturan,seperti bermabuk-mabukan atau melakukan pergaulan bebas.kerumunan bertindak (acting crowd).
Di Kota Jos, Nigeria, pada hari Ahad 30 November 2008 tersebar desas-desus kecurangan pemilihan lokal dan menimbulkan sengketa. Sebagai akibat desas-desus tersebut mengakibatkan pertempuran di antara kelompok yang terbagi dalam dua kelompok yakni kelompok Muslim dan Kristen, Setidaknya 367 mayat telah dibawa dan diidentifikasi di sebuah masjid. Beberapa jam sebelumnya, pecah pertempuran antara geng-geng Muslim dan Kristen di kota yang terletak di jantung Nigeria tersebut. Berdasarkan berita yang dilansir Reuters, Minggu (30/11/2008) kedua belah pihak yang bertikai telah membakar sejumlah rumah, masjid, maupun gereja, diduga korban berjatuhan akan semakin bertambah . Perilaku kerumunan seperti ini diklasifikasikan sebagai kerumunan yang bertindak, sekumpulan orang yang memusatkan perhatian pada suatu hal yang merangsang kemarahan mereka dan membangkitkan hasrat untuk bertindak. Huru-hara atau yang semacamnya juga merupakan perilaku kerumunan bertindak .
Jumat, 12 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar