Rabu, 27 Mei 2009

Rekayasa Ulang Sosial – Social Reengineering

Rekayasa Ulang Sosial – Social Reengineering

Oleh : Sigit B.Darmawan

Michael Hammer dan James Champy dalam bukunya berjudul “Reengineering the Corporation” memperkenalkan suatu revolusi dalam perbaikan proses bisnis yang bersifat radikal dan dramatik, karena terjadinya perubahan yang fundamental dalam paradigma dan rancangan proses bisnis.
Ide rekayasa bisnis (Reengineering Corporation) ini mendorong perubahan strategi dan proses bisnis berbagai korporasi Amerika sehingga mampu bersaing kembali dengan korporasi-korporasi Jepang, melalui berbagai inovasi kualitas, pelayanan, dan kecepatan dalam mengadaptasi perubahan. Korporasi Jepang unggul dalam kemampuan inovasi yang berkelanjutan, melalui konsep dan ide Managemen Mutu Terpadu atau TQM (Total Quality Management) dan konsep-konsep inovasi lainnya, yang bercirikan: effisiensi, penurunan biaya, fleksibilitas, dan penciptaan kualitas yang handal.

Rekayasa Bisnis ini digambarkan sebagai sebuah major surgery, karena bersifat fundamental dan berorientasi kepada perubahan proses. Dikatakan fundamental, karena rekayasa ini berdampak kepada terjadinya : perubahan paradigma (shift paradigm) dari inward to outward, hilangnya hierarchy, dan perbaikan yang didorong oleh pasar yang berubah (market driven). Konsep ini akhirnya mulai diterapkan di berbagai korporasi di Indonesia sebagai sebuah keharusan yang tidak terhindarkan, karena berbagai alasan: deregulasi pasar bebas, globalisasi pemain bisnis dan pasar bisnis, hambatan yang semakin rendah dari aliran barang dan jasa, dan ekspektasi pasar akan barang dan jasa yang terus berubah.

Jika konsep rekayasa bisnis ini mampu merubah kinerja dan kemampuan inovasi berbagai korporasi di Indonesia dalam persaingan di pasar global, maka sangatlah mungkin ide yang sama diterapkan dalam membangun kemampuan inovasi dan daya saing masyarakat, melalui sebuah proses rekayasa sosial (social reengineering). Rekayasa sosial ini mutlak diperlukan, karena kualitas sumber daya manusia Indonesia yang rendah. Hal ini tercermin dalam indeks pembangunan dan indeks kualitas hidup Indonesia yang berada di urutan bawah dalam daftar United Nations. Jika sebuah proses rekayasa sosial tidak dilakukan, maka konsekuensinya adalah: kita menjadi bangsa yang tidak mampu memberdayakan resources yang kita miliki secara optimal, sehingga daya saing kita menjadi rendah dan tidak kompetitif di dunia global.

Visi dalam Rekayasa Sosial

Proses rekayasa sosial ini memerlukan sebuah visi sebagai lokomotif perubahan. Jika kita tidak memiliki visi bangsa, maka kita hanya berjalan dalam paradigma dan nilai yang lama. Visi ini akan membuat nilai-nilai baru yang akan menjadi acuan dalam proses rekayasa sosial tersebut. Tentu saja kita tidak mengabaikan nilai-nilai sosial lama yang terbukti secara positif mampu mendorong produktivitas masyarakat.

Visi ini akan menciptakan suatu paradigma baru yang akan mendorong terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Kemampuan kita dalam mensikapi perubahan global sangat dipengaruhi oleh paradigma yang kita miliki sebagai bangsa. Paradigma adalah sekelompok nilai, budaya, regulasi/aturan (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang memberikan kepada kita cara pandang dalam melihat sesuatu dan cara menyikapinya untuk menjadi berhasil. Paradigma lama sebagai bangsa yang memiliki sumber alam dengan julukan : “gemah ripah low jinawi”, “tanah surga”, “tongkat dan batu jadi tanaman” tetapi tanpa kemampuan pengelolaan yang memadai, harus kita buang dan singkirkan dengan sebuah visi baru untuk mengelolanya dengan paradigma global.

Pemerintah sudah mencanangkan Visi Bangsa 2030. Inilah visi yang sejatinya akan menjadi lokomotif perubahan dalam proses rekayasa sosial. Dalam berbagai survei keberhasilan rekayasa bisnis korporasi, maka kepemimpinan puncak sangat menentukan dalam mendorong keberhasilan sebuah proses rekayasa. Visi bangsa akan memiliki kemampuan merubah paradigma bangsa, hanya jika kepemimpinan puncak pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) menjadi sponsor yang handal dan konsisten dalam proses rekayasa sosial ini.

Proses Rekayasa Sosial

Ada dua tahap penting dalam proses rekayasa sosial ini. Tahap pertama adalah merancang sistem dan struktur proses. Dalam tahap pertama ini sangat penting mengindentifikasi proses-proses sosial dan memilih proses-proses sosial yang memenuhi kriteria untuk di rekayasa, yaitu: proses sosial yang mengalami disfungsi/rusak dan sangat bermasalah, proses sosial yang dari aspek kepentingan dan dampaknya terhadap masyarakat sangat besar, dan proses yang paling mungkin dari sumberdaya untuk dilakukan rekayasa. Kita perlu memilih secara selektif proses sosial yang ingin direkayasa. Karena proses rekayasa tersebut adalah major surgery, maka tidak mungkin kita melakukan rekayasa semua proses sosial yang sedang bermasalah.

Pemerintah perlu memilih satu atau dua proses sosial yang akan direkayasa dalam skala nasional. Dalam proses rekayasa sosial skala nasional tersebut akan terdapat subproses-subproses sosial yang perlu direkayasa dalam skala yang lebih kecil, dan seterusnya.

Dalam proses identifikasi dan analisa sosial, perlu dimengerti penyakitnya, bukan gejalanya. Slogan penting dalam proses rekayasa tersebut adalah threat the disease, not the symptom. Misalkan, jika proses birokrasi kita sangat tidak responsive dalam mendukung daya saing masyarakat kira, seperti birokrasi yang lambat, bertele-tele, tidak efisien, maka perlu dikenali secara mendalam penyakit yang membuat proses birokrasi yang buruk tersebut. Karena kita berpikir “proses”, maka identifikasi tersebut bisa bersifat lintas fungsi atau peran di negara kita.

Dalam tahap merancang ulang proses sosial ini, maka kita perlu mencari pembanding (benchmark) untuk proses yang sama di negara lain yang lebih maju, dan mencari terobosan atau inovasi untuk menyederhanakan proses yang ada.

Tahap kedua adalah implementasi proses rekayasa. Jika sebuah proses sudah diidentifikasi dan dibuat inovasi prosesnya, maka hal tersulit adalah implementasi dari proses sosial yang sudah direkayasa tersebut. Tahap ini adalah tahap transformasi dari aksi ke peran, sikap, mental, norma, nilai dan akhirnya budaya atau kultural. Proses rekayasa sosial harus sampai kepada perubahan budaya di masyarakat. Misalkan, jika kita berbicara tentang layanan birokrasi di negara kita, maka sekali proses ini disederhanakan, maka dalam tahap implementasinya harus mampu merubah kultur aparat pemerintahan untuk memberikan layanan kepada masyarakat dengan kualitas prima. Tranformasi kultural inilah yang menjadi kunci dalam perubahan sosial secara radikal dan fundamental masyarakat kita untuk semakin inovatif, produktif, dan kompetitif dalam persaingan global.

Keberhasilan Rekayasa Sosial

Merubah kultur sosial bukanlah persoalan mudah, karena perlu langkah perbaikan yang berkelanjutan dan bersifat jangka panjang. Perubahan sosial ini juga membutuhkan partisipasi dan peran dari setiap fungsi di masyarakat. Karena itu komunikasi sosial adalah kunci utama dalam membangun kesiapan masyarakat dalam mengikuti proses rekayasa sosial ini. Pemerintah sebagai bagian penting dalam kepemimpinan rekayasa sosial ini perlu memikirkan upaya untuk membangun komunikasi sosial yang efektif dan berkelanjutan dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam implementasinya. Berbagai sarana komunikasi media massa dapat menjadi alat kampanye untuk mendorong partisipasi dan peran masyarakat tersebut.

Dukungan dan perhatian dari kepemimpinan puncak eksekutif dalam proses rekayasa sosial ini adalah kunci utama lainnya dalam memastikan berjalannya proses tranformasi sosial ini. Tentu dibutuhkan teladan, komitmen, konsistensi, inspirasi, motivasi dalam kepemimpinan untuk mendorong keberhasilan proses rekayasa sosial ini. Karena rekayasa sosial ini adalah proses yang radikal untuk merubah kultur sosial, maka diperlukan kepemimpinan yang secara aktif terus terlibat dalam setiap proses implementasinya dengan menghilangkan hambatan-hambatan yang berpotensi mengagalkan proses transformasi kultural tersebut.

Proses implementasi rekayasa sosial tersebut juga harus selalu mendengar suara masyarakat. Seluruh proses rekayasa sosial adalah society focus. Karena itu umpan balik, kritikan, dan keluhan dari masyarakat adalah ukuran apakah proses rekayasa sosial tersebut sudah berjalan baik atau tidak. Proses rekayasa sosial yang berhasil akan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam daya saing, produktivitas, dan inovasi.

Tentu saja proses yang panjang ini harus dimulai dari sebuah komitmen dan tekad, yang dimulai dari kepemimpinan nasional sampai ke masyarakat. Jika negara lain mampu melakukan transformasi sosial dan kultural dalam membangun kejayaan bangsanya, maka dengan sumberdaya yang kita miliki, seharusnya kita bisa bertranformasi menjadi bangsa yang mampu bersaing di tingkat global. Semoga.

4 komentar:

tyaz mengatakan...

Bagaimana pendapat bapak mengenai menjamurnya mal-mal yang mengalahkan pasar tradisional di Indonesia. Apalagi masyarakat kini dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang ada di mal-mal atau supermarket-supermarket tersebut?

Unknown mengatakan...

DI DALAM PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, APABILA DI DALAM MASYARAKAT DIJUMPAI SUATU KELOMPOK KECIL YANG MENGHENDAKI TIDAK ADANYA PERUBAHAN SEMENTARA KELOMPOK-KELOMPOK LAINNYA MENGHENDAKI ADANYA PERUBAHAN SOSIAL, HAL INI TENTU SULIT DALAM PELAKSAAN PROSES PEMBERDAYAAN DIKARNAKAN TIDAK ADANYA KERJASAMA YANG HARMONIS DI DALAM MASYARAKAT.
YANG INGIN SAYA TANYAKAN, BAGAIMANA KITA SEBAGAI AGENT OF CHANGE MENGATASI PROBLEMA TERSEBUT ?

innas mengatakan...

mumpung masih gosip baru ne, gimana tanggapan bapak mengenai suramadu???
apakah akan menambah akses ekonomi masyarakat sekitar atau malah mengurangi pendapatan, seperti tentu saja orang-orang lebih memilih melewati suramadu dari pada kapal, otomatis ini mengurangi pendapatan bagi erusahaan kapal.
lalu bagaimana dengan masyarakat madura sendiri yang dulunya bertahan tidak ingin adanya jembatan suramadu sekarang malah menginginkannya...
kabar burung nya bahwa kedepannya madura akan menjadi kota industri, selain tempat nya yang dekat dengan laut dan tentu saja pembunagan limbah akan mudah, yang lebih memudahkan lagi bahwa tanah madurakan tidak cocok untuk pertanian.

Mohammad Anshori mengatakan...

1. Menjamurnya mall-mall dapat mematikan pasar-pasar tradisional. Ini merupakan fenomena "liberalisasi-kapitalisme" global yang akan berdampak kurang baik pada penguatan sektor-sektor usaha kecil menengah lokal. Sehingga penguatan model ekonomi kerakyatan merupakan satu keniscayaan untuk mengimbanginya.
2. Perbedaan keinginan yang ada di dalam masyarakat merupakan satu hal yang lumrah. Ketika terjadi perbedaan, maka fungsi fasilitator/ agent pengembang masyarakat adalah memfasilitasi masyarakat untuk mendiskusikan dan mencari titik temu serta solusi terbaik atas masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
3. Suramadu memang didesain untuk mempercepat laju perekonomian di Madura. Sehingga proses pertumbuhan ekonomi di Madura akan tercapai secara maksimal